Monday, June 29, 2015

Susah Jualan? Gagal Closing melulu?


sumber: kurniasepta.blogspot.com

Selamat pagi teman-teman, Susah jualan? Gagal Closing melulu? Nah agar kita tidak susah jualan kita harus tahu alasan mengapa orang tidak mau beli prodak kita.

Nah ada banyak alasan mengapa orang tidak beli prodak kita, Yang pertama karena belum BUTUH, yang kedua  ga PERCAYA, ketiga Salah pasar, ke empat Belum punya uang dan masih banyak alasan lainnya. Tapi keempat alasan tersebut adalah alasan pokok yang sering muncul.

Kadang kita hanya fokus ke salah satunya seperti belum butuh atau belum ada uang tapi padahal alasan paling Fatal yang tidak disadari penjual online adalah karena pembeli tidak percaya penjualnya. Wajar saja karena jual beli online rawan penipuan.

Anehnya para penjual pemula tidak sadar betul tentang konsep menjadi penjual yang kredibilitas ini, Mereka hanya fokus jualan saja tidak membangun kredibilitasnya akhirnya mereka akan kesulitan ketika bertemu dengan pelanggan baru.

Jadi walaupun kita sudah ada track record seperti testimony itu belum cukup, lalu apa yang seharusnya disiapkan? 
 
YA SEBUAH KARYA

Orang akan menilai dari apa yang mereka lihat jadi tunjukkan karya anda dengan konsisten. Karya bisa berupa tulisan, desain, dan prodak. Ketika ada pembeli baru datang dan melihat karya anda itu akan membuat menambah kepercayaan konsumen. (hasil dari kasus-kasus yang terjadi)

Tapi jika anda tidak punya karya, ketika ada pembeli baru datang terutama di sosial media, kita harus ekstra prospek pembeli tersebut dari awal lagi karena orang tersebut tidak akan langsung percaya. “Siapa elo?” Itu mungkin yang akan dikatakannya.

Cukup sering suatu kejadian, karena saya rajin menulis di blog kemudian ada teman baru di sosmed. Karena teman baru tersebut melihat blog saya dan membacanya. Dia langsung percaya kepada saya dan menawarkan kerjasama.

WOW blog sangat powerfull ternyata. Walaupun tulisan saya jelek tapi saya konsisten menulis, itu bisa menjadi senjata powerfull mengambil kepercayaan orang. Ya seperti lidi kalau satu lidi mungkin tidak berguna untuk menyapu tapi kalau banyak akan menjadi berguna untuk menyapu.
Walaupun karya kita belum bagus tapi kita konsisten melakukannya itu akan menjadi karya yang luar biasa manfaatnya suatu saat nanti.

Satu tulisan teman-teman mungkin tidak berpengaruh kepada orang tapi banyak tulisan yang  teman-teman ciptakan itu akan sangat berpengaruh kepada kepercayaan orang-orang.

Satu desain anda mungkin tidak akan berpengaruh tapi banyak desain yang teman-teman ciptakan itu akan mengguncang pikiran orang lain.

“Satu karya tidak akan berpengaruh tapi banyak karya akan mengguncang pikiran-pikiran orang lain.”

Pernah saya bahas tentang bahwa investor tidak butuh ide anda tapi kekonsistenan apa yang dikerjakan terhadap ide tersebut .

Jadi mulailah berkarya dari sekarang jangan menunggu-nunggu sampai menciptakan prodak yang sempurna. Karena kesempurnaan prodak tidak ada, justru hasil yang mendekati kesempurnaan muncul dari proses terbawah dengan pembelajaraannya terus-menerus menyempurnakan karyanya.

Nah Coba mulai konsisten menulis jika kita ingin mudah menjual kemudian kumpulkan tulisan tersebut dalam blog. Suatu saat itu akan menjadi karya yang luar biasa. Kekonsisten menulis dalam tiga bulan saja itu akan menjadi karya yang luar biasa.

Dengan begitu uang akan datang dengan mudah. Kepercayaan konsumen akan membuka  pintu rejeki, itu sebab mengapa orang pintar kalah sama yang rajin. Orang pintar malas hingga tidak ada karya yang dihasilkan, orang rajin terus berkarya sehingga banyak karya yang dihasilkan.

Dengan memperoleh kerpercayaan konsumen bakal banyak yang kita dapatkan, seperti lebih mudah menjual, banyak yang menawarkan kerjasama, tentu tulisan kita menjadi karya yang luar biasa. Bonusnya tulisan kita tentu bisa diproftikan seperti bikin buku, blog bisa dipasang iklan, bisa ikut google adsense. Ini yang saya alamai sendiri.

Bagaimana masih malas menulis dan belum punya blog?

Nah setelah saya amati dari hasil sharing dari orang yang bertanya kepada saya, orang malas ngeblog karena ada beberapa alasan sederhana,

Pengen ngeblog tapi  tampilan desain blognya yand ada di sediakan pengembangnya seperti blogspot terlalu sederhana atau jelek atau tidak terlihat professional sehingga membuat orang malas atau malu punya blog jelek.

Masalah selanjutnya banyak pemula yang ga ngerti tentang mendesain blog  alias gaptek.

Pengen punya domain dengan nama sendiri tapi mahal.

Mau, Solusinya?

Tuesday, June 16, 2015

Berawal Dari Sebuah Seminar, Pemuda Usia 19Tahun Kini Berdiri Di Atas Panggung Sama Dengan 2000peserta.


Selamat Sore teman-teman, pernahkan teman-teman mengikuti sebuah seminar gratis? Jika pernah kemungkinan besar teman-teman pernah merasakan hal ini. Dalam sebuah seminar gratis setidaknya ada dua tipe peserta, yang pertama yang serius, mereka sangat antusias mendengarkan, mencatat dan biasanya berada paling depan duduknya dekat dengan pembicaranya. Motif peserta tipe serius tentunya ingin bertemu dengan pembicara dan belajar langsung dengannya atau serius pengen belajar. 

Sedangkan bagi tipe yang kedua yang tidak serius, biasanya mereka berada paling belakang atau urutan belakang, mereka biasanya mengobrol dengan teman sebelahnya, komentar  atas apa yang disampaikan pembicara  dan biasanya nada komentarnya negative “ah ealah gitu doang.. saya juga bisa kalau dikasih kesempatan” “yailah gampang lah kan dia punya modal” “ah paling ujung-ujungnya..” “ah ngomong doang” “neh pembicara aneh banget ya..” dan lain sebagainya, atau biasanya mereka tidur dan maen handphone dan tidak memperhatikan pembicaranya. Motif tipe peserta ini biasanya hanya ingin konsumsi gratis atau ikut-ikutan diajak teman.

Kondisinya bagaimana jika anda seorang yang pengen serius mendengarkan pembicaranya tapi anda berada di tengah-tengah tipe peserta kedua karena anda telat jadi terpaksa berada dibelakang dan bersama orang-orang itu. Ya itu bisa jadi sangat menggangu anda, Anda pengen belajar serius tiba-tiba terdengar ribut suara meraka dan lebih parahnya bernada negative. Konsentrasi anda akan terpecah belah, Ya mirip seperti anda ketika nonton bioskop kalau ada orang didekat anda yang mengobrol tentu itu sangat mengganggu.

Ya itulah mengapa anda namanya seminar berbayar karena kemungkinan besar mereka yang ikut akan serius mendengarkan, ga mau dong uang yang kita investasikan terbuang percuma? Uang yang anda investasikan apalagi uang hasil pinjaman atau hasil kerja keras dan menabung anda. Jika anda tidak serius pas seminar dan workshop anda tentu akan rugi besar. Anda tentu tidak mau seperti itu.

Nah bagaimana jadinya ketika anda mengikuti seminar berbayar yang dihadiri 3000peserta? Ya mereka tentu orang-orang yang serius ingin belajar, kita bakal bertemu orang-orang yang yang mindset dan mentalnya bagus. Sebuah moment yang bisa jadi luar biasa, bagaimana tidak aura positif disana berkumpul semua. Ada perasaan yang bergejolak melihat mereka-mereka yang antusias dan tertantang mengapai mimpinya. 

Bonusnya anda bisa saling berkenalan dan itu akan menjadi sebauh koneksi yang bagus, Karena meraka juga akan berpikir seperti itu. Coba bayangkan 3000peserta, apa motif mereka mau ikut? Ya karena meraka ingin mengembangkan usahanya, atau mencari inspirasi untuk buka usaha. Jadi ini bisa menjadi kesempatan bertemu orang-orang yang se-visi menjadi pengusaha yang sukses. Tentu peserta yang hadir adalah pengusaha dan calon pengusaha. Itu bisa menjadi awal membuka pintu rejeki kita. 

YA SILATURAHMI.

Baik kita mulai, cerita siapa pemuda Pemudah usia 19Tahun kini berdiri di atas panggung sama dengan 2000peserta yang semua berawal dari sebuah seminar. Cerita ini saya ambil dari twit pemuda beliau jadi sudah pasti kevaliditannya. 

Baik.. baik kita mulai dari namanya, Yassa Singgih? Sudah tahu? Mungkin teman-teman sebagian udah tahu karena saya pernah cerita sebelumnya. Pemuda usia 19Tahun yang memiliki usaha tempat makan dan pemilik brand fashion @MensRepublic. Yang kini disejajarkan sebagai pengusaha sekelas orang-orang hebat.


Baiklah ini ceritanya

 Pas umur 15 tahun saya ikut sebuah seminar bisnis, di ICC Kemayoran dua ribu peserta. Kerenn banget!

Saya kesana sama Mama saya, berduaan kita dengerin seminar

Saat itu sy ngerasa terinspirasi banget sama si pembicara yg udah sukses di usia muda, bisnisnya udah keren banget!

 Dengan polos & semangatnya saya bilang ke Mama saya yg duduk disamping, "Ma, suatu saat pasti Yasa yg ada di panggung depan!

Ngga kerasa, 5 tahun berlalu sejak saya janji ke Mama saya akan jd pembicara dihadapan 2000 org sebagai pengusaha muda.. 

 5 tahun sejak janji saya di usia 15 tahun... Akhirnya janji dan impian saya terealisasikan. 

 Sabtu 30 Mei 2015 kemarin, sy diundang menjadi pembicara sbg Inspirational Buddhist Youth 2015 di ICC Kemayoran 2000 orang!

Di gedung yang sama, tempat yg sama, panggung yg saya janjikan ke Mama saya 5 tahun yg lalu.
Ga nyangka, dalam waktu 5 tahun ini hidup saya bener2 berubah. Rasanya gemeter di panggung ini.
  
Dan yg paling mengharukan, Mama saya hadir di acara itu. Ngeliat anaknya berhasil nepatin   janjinya 5 tahun yg lalu..

 Saat memperkenalkan Mama sy ke 2000 peserta yg hadir, Mama saya nangis haru. Priceless, best moment in my life :)
Satu satunya yg membuat perubahan besar dalam hidup saya adalah keberanian mewujudkan impian impian liar! 

 Bisnis saya @MensRepublicID ternyata berhasil membawa saya ke panggung ini. Thanks men! 

 Juga yg membanggakan, senior2 ini dalam dunia bisnis ikut dengerin materi saya di acara kemaren..

Kehormatan bgt Juga yg membanggakan, senior2 ini dalam dunia bisnis ikut dengerin materi saya di acara kemaren.. Kehormatan bgt
Saya ngga bilang diri saya udah hebat dibanding yg laen, saya hanya merasa ada banyak perubahan besar dari diri saya sebelumnya.
 Jauh lebih menyenangkan masa muda produktif seperti ini daripada habis untuk santai santai. 

 I just wanna say, "Selamat memperjuangkan impian teman teman semua!"

Life will never be the same again. FIGGHHTTT!

Never too young to become a billionaire!

sumber: Twitter Yassa singgih

Monday, June 15, 2015

Masih sibuk trial error?

sumber: hawaii.score.org

Selamat sore teman-teman.. wah baru update lagi neh, kayanya bakal jarang update neh.. yah kali aja ada yang kangen artikel saya haha.. saya mohon maaf tidak bisa update setiap hari lagi, yah mungkin semingggu sekali atau dua kali. Sedang fokus skripsi dan menyiapkan bisnis baru soalnya, bagaimana dengan teman-teman? Apakah masih stagnan saja bisnisnya disitu aja? Ga ada perubahan atau perkembangan? Wah harus segera dikonsultasikan kepada mentor teman-teman.

Kadang kesalahan kecil yang sering menghambat kita tapi kadang kita tidak bisa menyadari hal tersebut, Nah disinilah peran mentor, mentor berperan sebagai pengevaluasi kita. Mentor sudah dulu terjun ke dunia bisnis jadi bakal mungkin bisa tahu kesalahan kita karena sukses berpola dan gagal berpola juga kata mas Jaya Setiabudi. Pola kegagalan pebisnis biasa hampir sama begitu juga pola kesuskesesannya Cuma beda kasus saja paling.

Karena sesungguhnya bisnis itu bukan ilmu mistis tapi logika dan lebih tepatnya lagi ilmu pengetahuan dan matematik sebagai induknya. Dalam bisnis salah melangkah diawal saja bisa fatal atau salah urutan, urutan langkah inilah yang bisa menjadikan percepatan bisnis kita atau menyebabkan kegagalan. Contohnya saja di awal langsung Fokus terjun di produksi, kemungkinan besar akan gagal apalagi tidak didukung modal hanya modal yang sangat… sangat terbatas.

Dalam ilmu matematik, akan tercipata jika.. maka.. contohnya jika melakukan hal pertama seperti ini maka hasilnya akan seperti ini. Seperti contoh di awal kenapa kita kemungkinan besar akan gagal ketika di awal langsung terjun di produksi apalagi tidak ada dukungan dana atau sebagai pemasukan dana. Ya dalam ilmu matematik energi manusia bisa dihitung. Energi yang diperlukan untuk di tahap produksi akan sangat besar, bahkan ketika kita baru belanja cari bahan baku energi kita sudah habis alias loyo. Nah inilah yang kita tidak sadari, energi kita itu terbatas kadang kita tidak memperhitungkannya, semangat di awal tinggi dan loyo kemudian di menit ke sekian.. karena Cuma modal semangat doang.

Semangat emang hal pertama yang harus dimiliki di awal tetapi kesana kita harus cerdas mengefektifkan tenaga dan dana. Fokus di produksi boleh asal kita sudah memiliki pemasukan dari yang lain jika tidak memiliki sebaiknya produksi bertahap dan fokus pada sales. Seperti kata Chairul Tandjung fokus di sales dulu dan Infrastruktur mengikuti jangan dibalik, Jika ada yang mendahulukan infrastruktur dan berhasil kemungkinan besar itu warisan alias udah ada dana pemasukan.

Urutan dalam bisnis sangat penting, ada yang baru melangkah langsung salah ada, ada yang udah ditahap satu berhasil tapi tahap selanjutnya bingung ada.. Yah makanya peran seorang mentor sangat berperan. Mentor sukses sudah tahu tahapannya.. tinggal perlu uji coba di lapangan dan jika gagal atau tidak efektif mentor juga akan mungkin tahu letak kegagalnnya.

 Jadi mengapa kita sering mendengar yang kaya makin kaya, mungkin itu pengusaha dan yang miskin makin mengutuk, mungkin itu ……., Pengusaha sukses sudah tahu polanya jadi kemungkinan lebih besar untuk menggandakan uangnnya lebih besar atau percepatanya untuk investasi dalam usahanya lebih besar. Sedangkan orang miskin yang makin miskin malah mengutuk bukannya meniru pola. Inilah  mental block, pikirannya negatif, bilang hasil korupsilah… hasil ngepet lah.. menghujat hanya akan menjauhkan kepada rejeki.

Padahal banyak orang sukses mau jadi mentor juga tapi karena belum apa-apa sudah berpikiran negative bilang.. bagi-bagi ilmu aja harus bayar pelit amat.. nah udah keblock duluan, akhirnya orang-orang sukses yang mau jadi mentor ini tidak jadi mentori dia tapi hanya orang-orang tertentu saja yang mau.bYa terus aja seperti ini, Hingga kiamat.. ehehe..

Jika tahu cerita owner zanana yang usianya baru 19 tahun yang kini omsetnya 200juta lebih/bulan. Dia dulu pernah ikut ecamp (entrepreneur camp) punyanya mas Jaya Setiabudi, dia tidak cukup uang untuk ikutan acara tersebut akhirnya jual motor vespa kesayangannya untuk ikut acara tersebut. Walaupun uangnya masih kurang, harganya sekitar 5jutaan kalau ga salah dan jual motor vespa kurang dari itu. Karena mindset dan mental udah kebuka dia berani menghadap mas Jaya dan bilang mau ikut ecamp tapi uangnya kurang dari hasil jual motornya. Karena melihat mindset dan mental yang bagus mungkin akhirnya mas Jaya membolehkannya ikut.

Hasilnya kini dia jadi jutawan mudah dan dimentori langsung oleh mas Jaya Setiabudi. Nah sebenarnya kenapa seh kita mesti bayar, Yah salah satu untuk merubah mindset di awal, kalau ilmunya sama trus dibagikan yang satu acaranya berbayar dan yang satu acaranya gratisan. Manakah yang akan lebih berdampak?

Ya, kemungkinan besar yang berbayar, karena yang berbayar “wah udah ngeluarin uang banyak pasti ilmu ini terbukti berhasil rugi kalau tidak dipraktekan” atau “udah mengeluarkan uang banyak saya harus bisa menggantinya dengan ilmu ini” kalau yang gratisan paling “tidur.. ngantuk ngomong doang” ya mirip ketika kita dengerin ceramah jumatan atau dengar dosen menjelaskan materi. Atau yang biasa ikut seminar gratis di kampus pasti Cuma mau snack doang trus tidur-tiduran deh.

Ya selain itu tujuaan kenapa berbayar, ini membedakan mana yang serius dan tidak. Kalau yang serius bayar pun pasti tidak masalah. Kan enak kalau mentorin orang yang benar mau serius dibandingkan yang tidak minat paling bilang “ngomong doang”. Yang serius dikasih tahu sedikit action bertubi-tubi dan yang ga serius “komentar aja”. Yah kalau komentar doang mana tahu hasilnya.. ilmunya ga masuk-masuk

Nah tujuan berbayar juga memisahkan antara yang serius dan tidak. Ini semacam ujian diawal yang tidak terlihat. Karena kebanyakan sudah tumbang ditahap ini. Setidaknya walau kita tidak punya uang kita bakal cari cara bagaimana untuk bisa ikut kalau, seperti kita ingin sesuatu hal selama masih ada tenaga dan pikiran masih ada jalan..


Nah bagaimana sudah punya mentor bisnis?

Thursday, June 11, 2015

Cara Meningkatkan Penjualan prodak dengan MELESAT

inilah Cara Meningkatkan Penjualan prodak dengan MELESAT, sebelumnya saya pengen nyapa dulu Pagi temen-temen, Bagaimana weekend kemaren? Liburannya assek dong? Maaf saya juga ga update hehe.. coba menikmati liburan soalnya… bagaiman temen-temen Atau tersendat gara-gara uang? Cie.. yang galau ditanyain gitu.. okee neh ada rumus kenapa orang-orang bisa mencapai satu Milyar pertama dari usahanya.

Oh ya sebelumnya walaupun kita sibuk kerja, harus ada dimana ada jeda untuk liburan, kenapa? Karena harus ada bedanya antara kerja dan liburan jangan monoton terus. Walaupun kita suka pekerjaan kita, kita harus tetap liburan. Jika udah tahu bedanya antara liburan dan kerja kita bakal tahu nikmatnya liburan atau nikmatnya kerja. Bakal lebih giat kerja lagi.

Oh ya kata guru saya juga liburan nunggu pensiunan itu mitos, banyak duit tapi kalau tenaga tidak ada ya itu akan berbeda rasanya. Yang benar rumus kerja dan liburan kata guru saya adalah seminggu kerja keras dan seminggu liburan. Atau menikmati hidup dengan cara sosialisasi atau beneran liburan. Makanya ga heran guru saya suka travelling ke luar negeri kemana-mana, kok bisa? Ya dia seorang affiliate marketing, duitnya banyak. Hehe..

Nah kembali ke topik utama bagaimana kita bisa menghasilkan uang satu miyar pertama dan bisa tetap liburan, jawabannya adalah:

FAKTOR KALI!

Ya semua pebisnis sukses menggunakan rumus ini walaupun berbeda bidang pekerjaannya,
Seorang adryan Fitra bisa mencapai satu Milyar pertama dengan cara Google Adsense karena beliau punya blog sebanyak 300an. Ya Faktor kali jika satu adsense bisa dapat minimal 3 jutaan dalam sebulan berapa ratus juta dalam sebulan? 

Seorang Affiliate Marketing bisa mencapai satu milyar pertama bagaimana caranya? Ya Budget iklan cukup relatiff yang besar. Iklan juga adalah Faktor kali.

Bagaimana seorang tukang cendol, ayam bakar, Pecel Lele, bisa mencapai satu milyar pertama? Ya Mas Mono dan Rangga Umara punya cabang yang banyak. Itu juga Faktor kali.

Bagaimana seorang Dewa Eka Prayoga Bisa mencapai satu milyar pertama? Ya beliau punya 1300an reseller. Itu juga faktor kali.

Nah sayangnya rahasia Faktor kali ini dibocorkan oleh Coach Dewa dalam sebuah bukunya, apakah berhasil jika diterapkan, lihatlah Gambar hasil, itu adalah klien Coach Dewa.

Urutannya kita harus punya tim ( tim inti) dan super tim (Faktor kali seperti reseller), Tapi yang susah adalah bagaimana memilih dan membentuk tim itu sendiri.

Dah ini dibeberkan dengan jelas disini, Ya DONGKRAK OMSET MILYARAN dengan TIM PENJUALAN. Bagaimana memilih tim dan membangun tim.

Jangan harap kita bisa liburan kalau kita ga punya tim, justru tim lah yang bakal menghandle pekerjaan-pekerjaan kita sehingga kita bisa memperoleh waktu luang, tugas kita mengontrol dan memberi komandan, enak kan?

Banyak anak banyak rejeki, Banyak karyawan? Ya banyak rejeki. Mungkin karyawan kita rejekinya lebih bagus dari kita, makanya usaha kita terus berkembang, Munking reseller kita rejekinya lebih bagus dari kita, makanya usaha kita berkembang. Ya seperti banyak anak banyak rejeki. Tapi kalau tidak bisa ngaturnya bisa pusing, Ya kalau bisnis bangkrut.

Ya inilah jawabannya Dongkrak Omset Milyaran dengan Tim Penjualan, bagaimana memilih, membentuk dan membangun Tim yang loyal dan yang terpenting GILA CLOSING.

 Hayo mending salah rekrut terus bayar karyawan tersebut, eh ternyata tidak produktif atau salah rekrut, rugi besar dong? Mending satu karyawan kalau banyak karyawan? Bisa puluhan juta atau ratusan juta melayang.

Kadang kita mengganggapnya mahal padahal dampak yang diinvestasikan lebih jauh berharga dari harga segitu. Yuk mulai pintar investasi, investasi terbaik adalah skill kita.

Mau dong punya tim dan reseller yang loyal? Bahkan bukan saja loyaL tapi Gila Closing? Ya ini jawabannya. Bahkan kita malah bisa untung gara-gara rekrut tim, lho gitu? Coba tengok reseller coach dewa gratis masuknya? Ga, Bahkan bisa dibilang cukup besar dananya min 200ribu dan terus naik.

Ya inilah jurusnya:
DONGKRAK OMSET MILYARAN dengan TIM PENJUALAN. 

Kalikan penghasilan dengan Tim Penjualan.



Tuesday, June 9, 2015

5 Alasan perlu Belajar Langsung ke Pengusaha



Mas tapi saya belajar dari bukunya? Ya bagus, Cuma biar lebih bagus baiknya belajar langsung kepada orangnya, Mengapa? Kadang saya setelah baca bukunya trus ikut seminar atau workshopnya ternyata baru ngerti apa yang dimaksudnya dalam bukunya, bahkan jauh berbeda apa yang saya dapatkan ketika langsung bertemu dengan orannya jadi kadang saya selalu mensempatkan ikut acaranya walaupun udah punya bukunya.

Okee alasanya selangkapnya seperti ini,

1. Yang di buku kadang kita salah menafsirkan.

Penulis inginnya ini, kita menafsirkannya begini, ya jadinya begitu bilang bukunya “ah biasa” “ah mustahil” “apaan” dan lain sebagainya. Dengan kita belajar langsung kepada orangnya kita bisa saling Tanya-jawab sehingga ada singkronisasi.

2. Apa yang disampaikan dibuku tidak akan detil. 

Karena target pasarnya lebih umum, misalnya buka langsung laris buku mas Jaya Setiabudi prinsipnya bisa diterapkan di offline dan online jadi bahasan tekniksnya tidak akan sedetil mungkin. Waktu ketemu mas Jaya Setiabudi beliau menjelaskan detail untuk teknis di online dan itu luar biasa banget dampaknya bagi saya. Jadi dengan ketemu langsung orangnya kita bakal dapat ilmu lanjutannya yang tidak ada dalam buku karena sebenarnya buku hanya gerbang pertama selanjutnya seharusnya ada yang namanya mentoring.

3. Unsur emosionalnya lebih dapat. 

Kata mas Jaya Setiabudi Guru yang baik bukan hanya transfer ilmu tapi transfer attitude (tingkah laku) Ilmu memang penting tapi kalau attitudenya jelek, ya sama aja 0. Mana ada perusahaan yang mau menampungnya atau partner yang mau berpartner dengannya, konsumen juga pada lari. Sehingga unsur emosional seperti semangat dan tekanan yang diberikan akan lebih terasa ketika kita belajar langsung kepada orangnya. Bagaimana seorang guru dengan ekspresi penuh gairah menjeleskan kegagalan dan kesuksesannya itu akan lebih terasa dan menggugah kita dibandinkan hanya baca buku.

4 Percepatan. 

Seorang guru mungkin akan langsung tahu apa letak kesalahan kita setelah kita konsultasi dan biasanya akan segera menyindir, melarang dan menasehati. Jika kita dengarkan dengan baik itu akan bisa menjadi percepatan luar biasa, ontohnya mungkin owner zanana yang sekarang omsetnya perbulan 200juta. Jika kita pusing dan bingung guru akan memberikan penerangan yang tidak didapat dari buku karena guru kita bisa melihat dan menganalisis apa kesalahan kita.

5. Guru bisa menjadi pendukung kita yang tidak didapatkan diluar. 

Mungkin orang yang lebih tahu tentang kita mungkin guru kita, kadang kita tidak bisa mengeluh kepada orang lain ataupun keorang terdekat tentang kondisi bisnis kita, Tapi guru bisa menjadi tempat curahan hal tersebut karena guru telah duluan mengalami hal tersebut dan telah merasakannya. Kadang atau malahan sebenarnya kita sebagai pengusaha hanya butuh dukungan tapi kadang orang terdekat kita malah menjauhi kita, Nah guru bisa melakukan hal tersebut tempat kita memperoleh dukungan. Kata mas Jaya Setiabudi kalau kita sudah mendapatkan dukungan hatinya dengan sendirinya modal uang juga didapat.


Asyik kan? Karena pengusaha juga ingin dimengerti.. Ciee


Kepemimpinan dan Pemimpin untuk Makalah

Dibalik maju dan berkembangnya suatu orgnisasi baik organisasi formal atau informal ada sesosok pemimpin dengan kepimpinannya yang hebat. Seperti yang diungkapkan oleh Dr, Kartini Kartono dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan tahun 2013, Pemimpin merupakan faktor kritis (crucial factor) yang dapat menentukan maju-mundurnya atau hidup-matinya suatu usaha dan kegiatan bersama; baik yang berbentuk organisasi sosial, lembaga pemerintah maupun badan korporasi dan usaha dagang. 


Sedangkan Kepemimpinan itu adalah relasi antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan ini pada umumnya berfungsi atas kekuasaan pemimpin untuk mengajak dan mengerakan orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaiaan satu tujuan tertentu. (Dr. Kartini Kartono)
          Dengan begitu pemimpin itu ada, bila terdapat kelompok atau satu “organisasi”. Jadi keberadaan pemimpin selalu ada di tengah-tengah kelompoknya (anak buah, bawahan, rakyat). Dalam barisan perjuangan, pemimpin harus berjalan paling depan—menjadi ujung tombak—untuk memberikan arah dan tujuan yang jelas yang ingin dicapai bersama-sama.
          Ringkasnya, Pemimpin merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan inovator dalam organisasinya. Sedang kemunculan dirinya itu pada umumnya terjadi melalui banyak cobaan dan tantangan di tengah kehidupan. Fungsi pemimpin merupakan kebutuhan yang muncul dari situasi khusus, misalnya: masa krisis, perang, revolusi, transisi sosial, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
          Superiorotas pribadinya itulah yang menjadi unsure kekuatan dirinya, yang jelas menjadi rangsangan psikososial, dan menerbitkan respons kolektif dari anak buahnya. Kekuatan sedemikian itu mampu mendominir lingkunganya; dan sifatnya konsultatif, koordinatif, membimbing sehingga anak buah menjadi patuh pada dirinya, menghormat, bersikap loyal, dan bersedia bekerja sama dengan semua anggota.
          Pemimpin terbagi dua, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin Formal adalah orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi. Sedangkan Pemimpin Informal ialah, orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok.
          Selanjutnya Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka menjadi konform dengan keinginan pemimpin. Tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh pengaruh interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya. Dalam kondisi sedemikian terdapat kesukarelaan atau induksi pemenuhan-kerelaan bawahan terhadap pemimpin; khususnya dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan pada proses pemecahan masalah-masalah yang harus dihadapi secar kolektif. Jadi tidak diperlukan pemaksaan, pendesakan, penekanan, intimidasi, ancaman atau paksaan tertentu.
          Tepat pada saatnya.ditengah kelompok itu akan muncul seorang tokoh sentral sebagai pemimpin, yang memiliki kualitas-kualitas unggul. Kualitas superior dari pribadi pemimpin tadi sebagian sangat bergantung pada faktor keturunan, dan merupakan disposisi psikofisik/rohani-jasmani yang herediter sifatnya, yaitu berupa inteligensi, energy, kekuatan tubuh, kelenturan mental, dan keteguhan moral. Dan sebagian lagi dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural dan kondisi jamannya. Maka pemimpin itu adalah produk interaksi antara sifat-sifat karakteristik indivual dengan tempaan dan tuntutan situasi Zamanya (waktu, ruang/tempat, situasi sesaat)
          Kekuatan dan keunggulan sifat-sifat pemimpin itu pada akhirnya merupakan perangsang psikososial yang bisa memunculkan kepatuhan, loyalitas, kerja sama, dan respek dari para anggota kelompok kepada pemimpinnya. Maka kualitas superior tadi menjadi modal dasar bagi “kekuatan sosial” seorang pemimpin untuk mempengaruhi anak buahnya.
          Pemimpin juga harus mengenal dengan baik sifat-sifat pribadi para pengikutnya, dan mampu mengerakkan semua potensi para pengikutnya, dan mampu menggerakan semua potensi dan tenaga anak buahnya seoptimal mungkin dalam setiap gerak usahanya, demi suksesnya organisasi. Juga bisa mengembangkan dan memajukan penganutnya menuju pada progress dan kesejateraan, Dengan begitu anak buah akan menjadi patuh, dan secara sukarela serta sadar bersedia bekerja keras menggapai sasaran-sasaran yang sudah ditentukan. Bila perlu bersedia mengorbankan harta benda, raga, dan nyawa sekalipun demi mencapai kebahiaan bersama.
2.2.1   Rekapitulasi Tugas-Tugas Pemimpin
          Rekapitulasi dari tugas-tugas pemimpin yang bisa dibedakan dari tugas anggota biasa ialah sebagai berikut:
1.      Dalam perurutan waktu yang relatif menjadi semakin pendek, kualitas pekerjaan dan tugas pemimpin mengandung banyak sekali dimensi inovasi (pembaruan, perubahan baru) dan perubahan-perubahan serba cepat, yang menjadi semakin dipercepat pada zaman modern.
2.      Pemimpin harus mampu menyusun kebijakan yang bijaksana, dan mampu mengadakan seleksi secara cermat tepat dari banyak alternatif; jadi memiliki kemampuan penentuan keputusan/decision-making yang tepat.
3.      Jika tugas anggota biasa berkualitas statis—lebih banyak pasif dan patuh mengikuti --, maka tugas pemimpin sifatnya dinamis, kreatif,inovatif, unik, lentur, luwes/flexible, dan tidak banyak dibatasi oleh standar serta norma-norma ketat. Sebab, pemimpin itu setiap saat akan dikonfrontasikan dengan peristiwa-peristiwa baru yang belum dikenal sebelumnya dan tidak pasti. Dia juga harus menghadapi masalah-masalah pelik di luar perencanaan umum.
4.      Pemimpin harus bisa menerjemahkan atau menjabarkan ide-ide, konsep dan policy organisasi dalam bahasa-aksi, yaitu dalam bentuk perintah, komando dan instruksi-instruksi yang jelas, sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan oleh segenap anggota kelompoknya.
5.      Pada struktur piramida, pemimpin tertinggi mempunyai kawibawaan tertinggi, kekuasaan paling besar, dan pertanggungjawaban paling berat, sekaligus memikul resiko paling besar. Di tangannyalah terletak nasib hidup dan kesejahteraan seluruh pengikutnya. Namun sebaliknya, oleh tangan pemimpin pula bisa disebarkan kesengsaraan dan penderitaan, apabila kekuasaanya dilaksanakan dengan sewenang-wenang; sehingga dia patut dijuluki dengan “noire bête” atau “ si bintang hitam” yang buas kejam.
6.      Pemimpin harus sanggup berpikir kreatif, orisinil, otentik dan futuristic (bisa melihat jauh ke depan). Dia akan banyak menyandarkan aktivitasnya pada daya imaginasi sendiri, sehingga dia bisa kreatif.
7.      Di samping memiliki kekuasaan dan kewibawaan, pemimpin harus mampu membangungkan sikap kooperatif dan partisipatif pada setiap pengikutnya, agar mereka bersedia memberikan kontribusi sebesar-besarnya kepada organisasi. Dengan demikian sikap kooperatif para anggota itu merupakan faktor dependensi/ketergantungan pemimpin kepada anak buah atau pengikut-pangikutnya sekaligus juga menjadi tekanan psikologis bagi pemimpin.
Karena itu fungsi pemimpin adalah unik, yaitu terayun-ayun antara dilemma “kebebasan-kekuatan-kekuasaan” dan “kelemahan-ketergantungannya” kepada para pengikutnya. Maka seni memimpin mencakup kesanggupan: mampu mencari keseimbangan di antara dua dimensi yang polair/berlawanan itu.
8.      Oleh kekuasaan dan kewibawaanya, pemimpin juga berfungsi sebagai juri (wasit) dan hakim bagi segala konvensi dan “permainan” organisasi. Karena itu dia memiliki tanggung jawab moril/etis yang lebih besar daripada anggotan biasa, agar dia mampu menjamin proses humanisasi dan keadilan dalam organisasi.
9.      Seni kepemimpinan juga mencakup keseimbangan antara pelaksanaan tugas-tugas rutin (kontinuitas dari sistem kerja yang konvensional) dengan kegiatan-kegiatan inovatif dan kreatif dalam wujud penerapan sistem kerja baru, perbaikan, dan revisi.
10.  Tugas pemimpin yang paling sulit ialah pengambilan keputusan (decision making), yang memungkinkan berlangsungnya semua kerangka kerja secara efektif dan efisien. Sekaligus juga menyambungkan empat fungsi manajerialnya, yaitu merencanakan, mengorganisir, menuntun (memimpin, leading), dan menilai atau memberikan evaluasi.
Dalam kemahiran pengambilan keputusan tercakup keterampilan mengadakan seleksi, dan mengambil keputusan yang tepat dari sekian banyak alternatif.
11.  Tugas kepemimpinan merupakan tugas yang berat, karena dibebani tanggung jawab etis/moril untuk memutuskan satu seleksi dan keputusan di tengah-tengah macam-macam peristiwa yang tidak pasti, belum dikenal, dan muncul secara mendadak atau secara tidak terduga-duga.
12.  Sehubungan dengan semua itu, unsur pertentangan dan oposisi menjadi condito sine-qua non ( persyaratan yang tidak dapat ditiadakan) dalam masyarakat modern, melalui konflik-konflik interorganisasi dan antaorganisasi yang harus dapat diselesaikan lewat manajemen konflik oleh pemimpin.
          Selanjutnya, konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan.
          Kemampuan ialah segenap daya, kesanggupan, kekayaan, kecakapan dan kekuatan yang terdapat pada individu untuk bertingkah laku, khususnya untuk bertingkah laku sebagai pemimpin.
          Kewibawaan berasal dari kata-kata “kawi” dan “bhawa”. “Kawi’ berarti kuasa, kekuasaan yang lebih baik, kelebihan. Dan “bhawa” ialah kekuasaan, kekuatan suprahuman, keutamaan, kelebihan, keunggulan.Jadi kewibawaan (dalam bahasa jawanya “prabawa”, berarti kelebihan, keunggulan keutamaan, dengan mana seseorang mampu “hambawani” atau mengatur, membawa, memimpin, dan memerintah orang lain.
          Dalam hal ini, pemimpin yang memiliki kewibawaan itu mempunyai beberapa kelebihan, sehingga dia kuasa membawa orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Atau dia mampu memberikan pengaruh-pengaruh kepemimpinannya kepada bawaha/pengikutnya. Karena itu kawibawaan merupakan kebutuhan/keperluan teknis, karena kewibawaan menimbulkan kepatuhan normatif pada para pengikut.
          Kekuasaan ialah: kekuatan, otoritas, pengaruh untuk mengatur dan mengarahkan pegikutnya.
          Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya mengepalai satu unit (instansi, kelompok, orgnisasi, dan lain-lain), pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan seorang pemimpin ini sumbernya bisa datang dari:
1)  Kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain;
2)  Sifat dan sikapnya yang “unggul”, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap penganut-penganutnya;
3)  Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman luas yang lebih banyak kaya-kaya;
4)  Pandai bergaul dan berkomunikasi, memiliki kemahiran human relation yang baik.

          Jelaslah kini bahwa seorang pemimpin dengan kepemimpinannya itu mampu mempengaruhi, mengubah dan mengarahkan tingkah laku bawahan atau orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Maka untuk menentukan pesyaratan-persyaratan seseorang menjadi pemimpin, William G. Scoutt mengemukakan beberapa pendekatan, yaitu:
a)  The “Great Man” approach (pendekatan “Orang Besar”)
b)  The trait approach (pendekatan cirri atau sifat).
c)  The modified trait approach (pendekatan ciri yang sudah diubah)
d) The situasional approach (pendekatan situasional)
Scott menyatakan, bahwa semua kelompok, baik yang formal maupun yang informal selalu membutuhkan pelaksanaan fungsi-fungsi kepemimpinan karena semuanya akan menentukan siapakah pemimpinnya, dan siapa pula yang akan dipimpin dalam satu gerakan/kegiatan organisasi.
            Pendekatan “orang besar” menyatakan adanya kemampuan yang luar biasa dari seorang pemimpin, sehingga dengan segenap kualitas unggulnya dia dapat membawa para pengikut kepada sasaran yang ingin dicapai. Sifat-sifat utamanya antara lain adalah inteligensi tinggi, kemampuan berkomunikasi, dan kepekaan terhadap iklim psikis kelompoknya.
            Pendekatan trait atau sifat-sifat, menyatakan sederetan sifat-sifat unggul, sehingga pemimpin mampu mempengaruhi para pengikutnya melakukan tugas-tugas tertentu, sesuai dengan prinsip pembagian tugas (prinsip diferensiasi). Demikian pula pendekatan “modified trait approach” menyatakan, bahwa sifat-sifat unggul itu dapat diubah, diganti secara luwes, atau dibatasi, sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
            Selanjutnya, pendekatan situasional menyatakan, bahwa sifat-sifat pribadi pemimpin itu bukan satu-satunya hal yang paling menentukan derajat dan kualitas pemimpin, melainkan situasi dan lingkunganlah merupakan faktor penentunya. Maka, mungkin terjadi, bahwa seorang pemimpin yang efisien pada saat sekarang ini, belum tentu mampu menjabat tugas kepemimpinan pada saat lain dengan kondisi-kondisi yang berbeda.
            Contohnya, seorang kapten pilot pesawat terbang yang mengalami pendaratan darurat di daerah rawa-rawa atau daerah hutan belukar, belum tentu mampu menjadi pemimpin dan petunjuk jalan/pemandu di daerah hutan dan rawa tersebut. Dia akan rela menyerahkan kepemimpinan “ke luar dari daerah  paya dan hutan” kepada seorang yang terbiasa hidup di daerah sedemikian itu.
            Jadi, sifat-sifat fungsional kepemimpinan itu erat berkaitan dengan situasinya. Keadaan darurat dan kondisi lingkungan dapat mendorong seseorang-siapapun juga- untuk menjadi pemimpin, karena dia mampu melakukan tindakan-tindakan yang tepat dalam menanggapi tantangan situasinya. Apabila organisasi ada dalam keadaan kritis menghadapi ancaman bahaya, maka biasanya secara spontan akan muncul seorang pemimpin yang mampu mengatasi kemelut, yang sehari-harinya justru berfungsi sebagai anggota biasa. Dalam hal ini ada kepercayaan yang datang dari luar/lingkungan untuk mengangkat pribadi yang bersangkutan sebagai pemimpin.
            Tampaknya memang ada pendapat-pendapat yang bertentangan antara para situasionis (penganut faktor situasi yang dominan) dan para penganut traitist (yang dominan adalah sifat-sifat dari pemimpin), kerena masing-masing akan menekankan variabel yang diminatinya. Memang sulit untuk memutuskan variabel yang mana yang lebih dominan, yaitu apakah sifat-sifat dan kemampuan seseorang pemimpin, ataukah situasi dan keinginan kelompok itulah yang “mencetak” seorang pemimpin. Keduanya bisa dituntut secara bergantian atau bersamaan.
            Jika penekanan tidak berlangsung pada sifat-sifat seorang pemimpin, dan juga tidak terdapat penonjolan dan keinginan kelompok, namun ada penekanan pada relasi akrab antara kemauan kelompok dengan sifat-sifat pribadu pemimpin pada saat (situasi-kondisi) terntentu, maka pendekatan semacam ini disebut sebagai pendekatan interaksionis. Sebagai contoh dari peristiwa sedemikian ini di tanah air ialah peristiwa pada setiap departemen terdapat Inspektorat Jenderal yang bertugas melaksanakan control intern. Di samping itu, pemerintah punya aparat khusus untuk mengawasi pelaksanaan anggaran, yaitu Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, untuk mengawas semua departemen. Juga ada Badan Pemeriksa Keuangan.
            Namun, oleh banyaknya ketidakberesan administrasi keuangan dan kurang efektifnya pengawasan, maka perlu dibentuk tim khusus “Operasi Tertib” (OPSTIB), yaitu dengan diterimanya seorang tokoh pemimpin Laksamana Sudomo, yang didukung oleh situasi dan semua lapisan masyarakat serta aparat pemerintahan. Dengan harapan agar administrasi Negara bisa lebih tertib, dan korupsi secara drastic bisa dikurangi.

            Dalam situasi tersebut, terdapat hubungan antara situasi, yaitu semrawutnya administrasi aparatur pemerintah di wilayah tanah air yang begitu luas, dengan harapan pemimpin pemerintahan dan harapan segenap lapisan rakyat, yang menghendaki tindakan-tindakan tegas dan konkret. Dalam situasi dan kondisi sosial sedemikian, seorang tokoh pemimpin dengan kemampuan dan kekuasaan khusus diharapkan dapat mengatasi situasi yang cukup gawat dan ruwet itu.

Saturday, June 6, 2015

Sikap manusia

Rangkuman Buku Dr. Saiffudin Azwar, M. A sikap manusia teori dan pengukurannya, artikel sikap manusia, pengertian sikap manusia, sikap manusia terhadap lingkungan. Sikap Manusia  (Teori dan Pengukurannya edisi ke 2)

    Pasti anak Fakultas Ilmu Komunikasi sangat butuh tentang bahasan sikap dari teori hingga seluk-beluk pengukuran sikap, mungkin bagi anak Fakultas Ilmu Komunikasi ini sekedar buat skripsi tapi bagi seorang marketer ini sesuatu harta karun bagaimana kita bisa mengetahui sikap dan pengukurannya sikap kliennya, Jadi sebaiknya wajib dibeli dan dimiliki.

          Sikap berbeda dengan perilaku, Sikap hanya sebatas kecenderungan bertindak atau  bisa dikatakan merespon terhadap lingkungan setelah ada evaluasi dalam diri, evaluasi diri terjadi dengan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dengan objek. Secord &Backman (1964), misalnya, mendefinisikan sikap sebagai ‘keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya’ (Azwar, 2012:5)
          Ahli-ahli yang lain mendefinisikan konstrak kognisi, afeksi, dan konasi sebagai tidak menyatu langsung ke dalam konsepsi mengenai sikap. Pandangan ini, yang dinamakan tripartite model yang dikemukakan oleh Rosenberg dan Hovland(1960 dalam Ajzen, 1998), menempatkan ketiga komponen afeksi, kognisi, dan konasi sebagai faktor jenjang pertama dalam suatu model hirarkis. Ketiganya didefinisikan tersendiri dan kemudian dalam abstraksi yang lebih tinggi membentuk konsep sikap sebagai faktor tunggal jenjang kedua. (Azwar, 2012:7).

Tipe Respon
Kategori Respon
Kognitif
Afektif
Konatif

Verbal



Pernyataan keyakinan mengenai
objek sikap
Pernyataan perasaan    terhadap
objek sikap
Pernyataan
intensi
perilaku


Non Verbal

Reaksi
perceptual
terhadap
objek sikap
Reaksi
fisiologis
terhadap
objek sikap
Perilaku
tampak
sehubungan
dengan objek sikap

Respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap
(diadaptasi dari Rosenberg & Hovland, 1960 dalam Ajzen, 1988) 
Konsistensi Sikap – Perilaku
          Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), yaitu
          B = f(P,E)
          Karakteristik individu meliputi berbagai variable seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukkan perilaku. (Azwar, 2012:11).
          Sedangkan sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluative. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya disadari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. (Azwar, 2012:15).
          Pada intinya sikap dan perilaku tidak selalu memiliki hubungan yang konsisten bahkan bisa berdiri sendiri atau terpisah. Dalam kaitannya dengan hasil penelitian yang kontradiktif ini, Warner & DeFleur (1969, dalam Allen, Guy, & Edgley, 1980) mengemukakan tiga postulat guna mengindetifikasikan tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu Postulat Konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek sikap.
          Postulat variasi Independen mengataakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku.
Dan yang terakhir Postulat Konsistensi Tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasioanl tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan dan lain sebagainya merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. 
Pembentukan Sikap

          Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbale balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu  dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. (Azwar, 2012:30)
          Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
1.      Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi pengahayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah pengahayalan itu kemudian akan membentuk sikap positif ataukah sikap negative, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini. Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
2.      Pegaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuan bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Di antara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau suami, dan lain-lain.
3.      Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masaalah kebebasan pergaulan heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.
4.      Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, suratkabar, majalah, dll. Mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan member dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5.      Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
6.      Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
      Suatu contoh bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka (prejudice). Prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran. Tidak’fair’, atau tidak favorabel terhadap sekelompok orang (Harding, Prosbansky Kutner, & Chein, 1969; dalam Wrightsman & Deaux, 1981). 
Teori Keseimbangan Heider
            Teori keseimbangan (balance theory) yang dikemukakan oleh Fritz Heider (Mann, 1969; Secord & Backman, 1964; Fishbein & Ajzen, 1975; Feldman, 1985) merupakan formulasi yang paling awal dan sederhana dari prinsip konsistensi yang dianut dalam teori organisasi sikap. Teori ini timbul dari minat Heider pada faktor-faktor yang mempengaruhi atribusi kausal suatu peristiwa terhadap diri seseorang.
            Keadaan  keseimbangan atau ketidakseimbangan selalu melibatkan tiga unsure yaitu Individu (I), Orang lain (O), dan Objek sikap (Ob). Pengertian keadaan seimbang atau adanya keseimbangan menunjuk kepada suatu situasi dimana hubungan diantara unsure-unsur yang ada berjalan harmonis sehingga tidak terdapat tekanan untuk mengubah keadaan.
            Apabila hubungan unsure-unsur berada dalam ketidakseimbangan maka akan timbul suatu kekuatan yang mendorong pengembalian keseimbangan itu tidak tercapai maka akan terjadi ketegangan, sedangkan bila perubahan mungkin terjadi maka hal itu dapat terjadi pada karakter, yaitu I atau O, dan dapat pula terjadi pada fungsi hubungan diantara unsure-unsur yang bersangkutan.
            Dengan member tanda ‘+’ untuk efek positif (positif effect ) dan tanda ‘-‘ untuk efek negative (negative effect), maka suatu keseimbangan akan dicapai bila hubungan diantara ketiga unsure tersebut ditunjukkan oleh tanda +++ atau ditunjukkan oleh tanda --, yaitu bila ketiga-tiganya positif atau dua diantara ketiganya adalah negatif.
            Sebagai contoh, bila dua orang berteman (satu tanda + untuk fungsi hubungan antara unsur I dan O) dan keduanya memiliki sikap yang serupa terhadap rokok (karakter dinamis I dan Ob sama dengan karakter dinamis O dan Ob, yaitu sama + atau sama -) maka diperoleh keseimbangan dalam bentuk +++ atau +--. Bila salah-satu diantarnya kemudian berubah sikap maka terjadi ketidaksamaan tanda hubungan antara I dan Ob dengan O dan Ob sehingga diperoleh tanda ++- atau +-+ yang memperlihatkan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan ketegangan yang mendorong terjadinya perubahan arah keseimbangan hubungan diantara ketiga unsur tersebut. Perubahan yang mungkin terjadi adalah persahabatan mereka putus (tanda -+- atau --+), mereka akan saling berusaha mempengaruhi agar mitranya berubah sikap, atau salah-satu diantara mereka akan menyesuaikan sikapnya sehingga keseimbangan kembali seperti semula.
            Contoh lain yang lebih berkaitan dengan atribusi kausal adalah pelajar yang mengetahui bahwa sejak kepala sekolahnya diganti maka para siswa tidak lagi diperkenankan membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Dalam model ini, keseimbangan juga akan terjadi apabila seseorang memilliki sikap yang tidak sama terhadap dua unsur dan beranggapan bahwa satu unsur tidak disebabkan oleh unsurnya yang lainnya. Jadi keadaan seimbang tetap terpelihara apabila pelajar tersebut bersikap positif terhadap kepala sekolah baru (unsur pertama) dan menyetujui larangan membawa kendaraan bermotor (unsur kedua) atau bila ia tidak menyukai kepala sekolah yang baru dan tidak setuju terhadap larangan tersebut. Apabila ia suka pada kepala sekolah yang baru akan tetapi tidak setuju pada peraturan yang melarang membawa kendaraan bermotor ke sekolah, maka akan terjadilah keadaan tidak seimbang dalam diri orang yang bersangkutan.
            Tampaklah bahwa dalam teori ini, persepsi orang terhadap bentuk hubungan diantara unsure-unsur yang terlibat memegang peranan penting dalam membentukan keadaan keseimbangan yang terjadi. Hubungan diantara unsure-unsur tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk suka (L) dan tidak suka (L) serta bentuk kausal atau sebab-akibat (U) dan bukan sebab-akibat (U).
            Dengan demikian, prinsip keseimbangan Heider dapat dirumuskan sebagai berikut:
            Diantara dua unsur, suatu keadaan seimbang akan terjadi apabila hubungan diantara keduanya adalah positif (atau negatif) dari semua segi yaitu sesuai dengan semua arti L dan U… Diantara tiga unsur, suatu keadaan seimbang akan terjadi apabila ketiga hubungan semuanya positif dari semua segi atau bila dua diantaranya negatif dan satu positif (Heider, 1958 dalam Fishbein & Ajzen, 1975)
            Teori keseimbangan Heider menurut para ahli psikologis sosial memang merupakan awal yang baik dalam melakukan analisis mengenai konsistensi kognitif dan implikasinya sangat luas walaupun memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan itu, antara lain, pertama dalam sifat hubungan unsur-unsur yang hanya kualitatif (suka-tidak suka) padahal sikap dan kepercayaan memiliki derajat atau tingkatan yang perlu dikuantifikasikan. Ke dua, teori ini berbicara mengenai hubungan antar unsur-unsur yang banyaknya terbatas hanya pada tiga unsur saja. Ke tiga, walaupun Heider mendiskusikan kemungkinan adanya hubungan ganda diantara dua unsur tapi tidak bicara mengenai tingkat keseimbangan yang dapat terjadi dalam konfigurasi yang kompleks seperti itu (Fishbein & Ajzen, 1975)
            Keterbatasan itu tampak pula dalam beberapa kasus penerapannya pada situasi sosial yang sederhana sekalipun. Sebagai contoh, seorang bapak (I) menyenangi burung (O) padahal burung menyukai cacing (Ob) maka meskipun bapak tersebut tidak menyukai cacing (+-+) tidak berarti terjadi ketidakseimbangan dalam hubungan mereka. Contoh lain, dua orang wanita (I) dan (O) sama mencintai satu pria yang sama (Ob) maka tidaklah dapat diharapkan terjadinya keseimbangan sebagaimana dikatakan teori ini karena kedua orang tersebut sangat mungkin akan saling tidak menyukai. 
Persuasi dan Pengubahan Sikap Manusia

          Hampir tak seorangpun yang tidak terkena dampak teknologi komunikasi. Gaya hidup, selera, nilai-nilai, norma, dan banyak aspek kepribadian manusia ikut dibentuk oleh TV, radio, majalah, dan pesan-pesan yang disampaikan lewat berbagai sarana. Setiap hari kita dijejali iklan komersil, setiap hari disuapi orasi politik, dan setiap hari pula kita kenyang dengan pesan ideologi . Pada satu sisi, adalah sikap manusia terbentuk dan berubah oleh dampak modernisasi komunikasi dan pada gilirannya sikap itu sendiri berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan sosial.
          Pemahaman mengenai mekanisme perubahan dan pengubahan sikap sangat diperlukan karena sebagai manusia kadang-kadang kita berperan sebagai agen perubahan dan kadang-kadang kita berperan sebagai subjek perubahan. Suatu waktu mungkin kita yang menginginkan orang lain agar mengubah sikap dan di lain waktu mungkin kita perlu mempertahankan sikap dari usaha-usaha yang hendak mengubahnya.
          Bagaimana sikap dapat berubah atau diubah, pembahasan mengenai proses perubahan sikap hampir selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perubahan sikap ke arah yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi itu diperoleh dari pemahaman mengenai organisasi sikap, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan proses perubahan sikap, terutama yang berkaitan dengan pembentukan stimulus tertentu untuk menghadirkan respons yang dikehendaki.
          Diantara beberapa teori organisasi sikap yang telah diuraikan terdahulu, terdapat teori yang telah memberikan uraian pula mengenai proses mekanisme perubahan sikap. Pada teori Kelman misalnya, ditunjukkan bagaimana sikap dapat berubah melalui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi. Oleh karena itu, uraian berikut tidak semata-mata terpusat pada masalah bagaimana organisasi sikap dapat mempertahankan prinsip konsistensinya atau bagaimana organisasi sikap dapat berubah sesuai dengan perubahan aspke kognitif ataupun aspke afektif sikap, akan tetapi lebih ditekankan pada faktor yang dianggap sangat berpengaruh dalam mengarahkan sikap kepada bentuk yang dikehendaki. Faktor tersebut adalah faktor eksternal, yaitu faktor yang ada di luar diri individu, yang dengan sengaja dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap manusia sehingga dengan sadar atau tidak sadar individu yang bersangkutan akan mengadopsi sikap tertentu. Faktor ini pada dasarnya berpijak pada suatu proses yang disebut strategi persuasi untuk mengubah sikap.
          Persuasi merupakan usaha pengubahan sikap individu dengan memasukan ide, pikiran, pendapat, dan bahkan fakta baru lewat pesan-pesan komunikatif. Pesan yang disampaikan dengan sengaja dimaksdukan untuk menimbulkan kontradiksi dan inkositensi diantara komponen sikap individu atau diantara sikap dan perilaku sehingga menganggu kestabilan sikap dan membuka peluang terjadinya perubahan yang diingikan. 
Pendekatan Tradisional

          Pendekatana tradisional dalam persuasi pada umumnya meliputi beberapa unsur, yaitu sumber (source) sebagai komunikator yang membawa pesan (message-communication) kepada mereka yang sikapnya hendak diubah (audiecnce), sehingga dikenal istilah “who says what to whom and with what effect”. Peran kesemua unsur dalam komunikasi persuasive ini ditelaah melalui studi dan riset sehingga melahirkan konsep dan teori mengenai strategi persuasi dalam usaha pengubahan sikap manusia.
          Pertama kita akan melihat hasil studi yang dilakukan di Universitas Yale yang sangat popular dan telah mengilhami studi-studi berdasarkan pendekatan tradisional pada masa-masa berikutnya. 
Model Studi Yale
          Hovland dan kawan-kawannya (Fishbein & Ajzen, 1975; Brehm & Kassin, 1990) meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi persuasif. Dalam penelitiannya yang diadakan di Universitas Yale, ia mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan stimuli (yang biasanya dalam bentuk lisan) guna mengubah perilaku orang lain.
          Untuk mempelajari efek sumber komunikasi, yaitu komunikator, para peneliti tersebut memanipulasi berbagai karakteristik komunikator seperti sejauh mana ia dapat dipercaya. Keahliannya, status, popularitasnya, dan lain-lain. Kemudian dipelajari pula berbagai karakteristik pesan yang disampaikan dengan memanipulasi berbagai aspek tipe komunikasi yang berlainan. Pada sisi lain riset tersebut meneliti berbagai variable yang ada pada diri subjek penerima pesan itu seperti kemudahannya disugesti, sikap mereka sebelum diberi pesan, intelegensi, harga diri, kompleksitas kognitif, dan berbagai siafat kepribadian lainnya.
          Asumsi dasar yang melandasi studi Hovland dan kawan-kawanya adalah anggapan bahwa efek suatu komunikasi tertentu yang berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima.

Langkah ini disajikan pada gambar

Kemudian, secara lebih terurai, faktor-faktor utama dalam model yang diusulkan oleh Havland dan kawan-kawan dilukiskan gambar


Pada ilustrasi gambar terlihat bahwa perhatian dan pemahaman subjek terhadap komunikasi atau pesan yang disampaikan akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh subjek mengenai isi pesan tersebut, sedangkan proses-proses lain dianggap menentukan apakah isi yang dipelajari itu akan diterima atau diadopsi oleh subjek ataukah tidak.
          Kesemua itu kemudian dirangkum dalam suatu model proses persuasi oleh McGuire (McGuire, 1968 dalam Fishbein & Ajzen, 1975) sebagai proses yang mencakup dua langkah pokok, yaitu penangkapan isi pesan (reception) dan penerimaan apa yang telah dipahami (acceptance). Secara simbolik, model ini ditulis sebagai berikut:
          P(O) = p(R) P (Y)
          p(O) = probabilitas terjadinya perubahan pendapat
          p(R) = probabilitas adanya pemahaman yang efektif
          p(Y) = probabilitas menerima apa yang dipahami
          Rumusan di atas menunjukkan bahwa terjadinya perubahan pendapat atau perubahan sikap merupakan fungsi interaksi antara probalitas terjadinya pemahaman dan probalitas diterimanya isi yang dipahami oleh individu.
          Selanjutnya, McGuire menambahkan pula bahwa dalam proses persuasi terdapat dua langkah lanjutan, yaitu retensi atau pengendapan isi yang telah disetujui dan tindakan yang sesuai dengan isi tersebut. Dengan demikian, persuasi dapat dianggap melibatkan langkah-langkah perhatian, pemahaman, penerimaan, pengendapan, dan tindakan. Dikatakannya bahwa penerima pesan haruslah menjalani kesemua langkah tersebut agar komunikasi menghasilkan dampak persuasif yang optimal. Masing-masing langkah tersebut dipandang sebagai suatu kemungkinan ukuran adanya perubahan sikap.
          Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa untuk mencapai tujuan pengubahan sikap, perhatian komunikator hendaklah dipusatkan pada cara bagaimana yang harus ditempuh agar masing-masing langkah dalam proses persuasi itu terjadi dalam diri subjek yang hendak diubah sikapnya. Apabila dikembalikan pada ilustrasinya Hovland, maka tentulah perhatian tersebut harus diarahkan pada faktor atau variabel yang mempengaruhi proses itu baik faktor sumber, faktor pesan, maupun faktor subjek penerima.
          Robert Baron dan Donn Byrne mengemukakan bahwa hasil riset mengenai persuasi dengan pendekatan tradisional ternyata kompleks dan tidak seluruhnya konsisten. Rangkuman adalah sebagai berikut
1.      Para ahli (orang yang kompeten) akan lebih persuasif dibandingkan dengan orang yang bukan bukan ahli (Hovland & Weiss, 1951). Suatu pesan persuasif akan lebih efektif apabila kita mengetahui bahwa penyampai pesan adalah orang yang ahli dalam bidangnya.
2.      Pesan yang ditujukan untuk mengubah sikap tanpa perantara biasanya lebih berhasil daripada pesan yang tampak jelas berusaha memanipulasi kita (Walster & Festinger, 1962). Kita cenderung tidak mau dimanipulasi sehingga kalau kita menyadari ada usaha yang sengaja hendak mengubah sikap kita, kita akan menolak. Inilah yang menjadi dasar apa yang disebut sebagai soft sell dalam dunia bisnis, yang digambarkan dalam beberapa slogan semacam “Kepuasan anda adalah tujuan utama kami” atau “Atas permintaan masyarakat yang semakin mendesak, maka hari penjualan dengan diskon akan kami perpanjang”.
3.      Komunikator yang popular dan menarik akan lebih efektif daripada komunikator yang tidak popular dan tidak menarik (Kiesler & Kiesler, 1969).
4.      Kadang-kadang manusia lebih mudah terpengaruh oleh persuasi sewaktu perhatian mereka terpecah oleh kejadian lain daripada sewaktu mereka menaruh perhatian penuh pada pesan yang disampaikan (Allyn & Festinger, 1961).
5.      Individu yang memiliki harga diri rendah akan lebih mudah terbujuk daripada individu yang memiliki harga diri tinggi (Janis, 1954)
6.      Bila individu yang menjadi sasaran memiliki sikap yang bertentangan dengan sikap para calon pelaku persuasi maka akan lebih efektif bagi komunikator untuk melakukan pendekatan dua-sisi (two sided-approach) yang menyajikan pandangan kedua belah pihak daripada pendekatan satu sisi.
7.      Orang yang berbicara cepat pada umumnya lebih lebih persuasif daripada orang yang berbicara lambat (Miller et al.,1976). Temuan ini bertentangan dengan pendapat umum bahwa orang berbicara cepat kurang dapat dipercaya.
8.      Persuasi dapat diperkaya oleh pesan-pesan yang membangkitkan emosi yang kuat (khususnya emosi takut) dalam diri orang, terutama ketika pesannya berisi rekomendasi mengenai bagaimana perubahan sikap dapat mencegah konsekuensi negeatif dari sikap yang hendak diubah (Leventhal, Singer & Jones, 1965). Cara ini tampaknya sangat efektif apabila sikap atau perilaku yang hendak diubah itu ada kaitannya dengan aspek kesehatan (Robberson & Rogers, 1988). 

Pengukuran Sikap

          Salah-satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Oleh karena itu, masalah pengukuran sikap akan mendapat perhatian khusus dalam pembahasan.
          Dalam bukunya yang berjudul Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation, Sax (1980) menunjukkan beberapa karekteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsisten, dan spontanitasnya.
          Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.
          Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.
          Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat mempunyai sikap yang favorabel terhadap program keluarga berencana secara menyeluruh, yaitu pada semua aspek dan kegiatan keluarga berencana sedangkan orang lain mungkin mempunyai sikap positif yang lebih terbatas (sempit) dengan hanya setuju pada aspek-aspek tertentu saja kegiatan program keluarga berencana tersebut.
          Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten.
          Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitasnya, yaitu menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu individu berkesempatan untuk mengemukakan sikapnya. Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat terlihat.
          Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya, harus mencakup kesemua dimensi tersebut di atas. Tentu saja hal itu sangat sulit untuk dilakukan, bahkan mungkin sekali merupakan hal yag mustahil. Belum ada atau mungkin tak akan pernah ada instrument pengukuran sikap yang dapat mengungkapkan kesemua dimensi itu sekaligus. Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya mengungkapkan dimensi arah dan dimensi intensitas sikap saja, yaitu dengan hanya menunjukkan kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap respon individu.
          Usaha pengukuran sikap sendiri dipacu oleh sebuah artikel yang ditulis oleh Louis Thurstone di tahun 1928 yang berjudul Attitude Can Be Measured dan ternyata samapai sekarang sudah lebih dari 500 macam metode pengukuran sikap yang muncul (Fishbein &Ajzen, 1972 dalam Brehm & Kassin, 1990).
          Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang. 
Observasi Perilaku
          Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (berulang), misalnya tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, bukankah kita boleh berkesimpulan bahwa ia tidak menyukai film Indonesia? Orang lain yang selalu memakai baju berwarna putih, bukankah memperlihatkan sikapnya terhadap warna putih?
          Oleh karena itu sangat masuk akal tampaknya apabila sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang tampak. Dengan kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah-satu indikator sikap individu.
          Sayangnya, sesuai dengan postulat konsintensi yang telah diuraikan dalam awal-awal, perilaku ternyata menjadi indikator yang baik bagi sikap hanya apabila sikap berada dalam posisi ekstrim. Pada umumya konsistensi tergantung (postulate of contingent consistency), yang mengatakan bahwa perilaku hanya konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan. 
Penanyaan Langsung
          Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakan. Oleh karena itu, dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai indikator sikap mereka.
          Telaah  yang lebih mendalam dan hasil-hasil penelitian telah meruntuhkan asumsi-asumsi tersebut di atas (Edwards, 1957). Ternyata orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Artinya, apabila situasi dan kondisi memungkinkannya untuk mengatakan hal sebenarnya tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi. Dalam situasi tanpa tekanan dan bebas dari rasa takut, serta tidak terlihat adanya keuntungan untuk berkata lain, barulah individu cenderung memberikan jawaban yang sebenarnya sesuai dengan apa yang dirasakannya. 
Pengungkapan Langsung
          Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aaitem tunggal maupun menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988)
          Prosedur pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana, Responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan member tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian responsnya yang dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur bila ia tidak perlu menuliskan nama atau identitasnya.
          Problem utama dalam pengukuran dengan aitem tunggal adalah masalah reliabilitas hasilnya. Sudah sangat dimaklumi oleh para ahli bahwa secara teoretik maupun empirik, pengukuran yang reliabel memerlukan aitem yang banyak. Aitem tunggal terlalu terbuka terhadap sumber eror pengukuran. Eror yang terjadi dapat berkaitan dengan masalah kalimat atau redaksional pertanyaannya yang mungkin kurang jelas, mungkin dipahami secara salah, mungkin mengandung istilah teknis yang punya arti khusus,dan mungkin pula mengandung pengertian sensitif sehingga jawaban yang diinginkan dari individu tidak menggambarkan jawaban yang seharusnya.
          Salah-satu bentuk pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik diferensi semantic (semantic differential). Teknik diferensi semantik (Osgood, Suci, & Tannenbaum, 1975) dirancang untuk mengungkapan afek atau perasaan yang berkaitan dengan suatu objek sikap.
          Menurut Osgood dua teman-temannya, diantara banyak dimensi atau faktor yang berkaitan dengan sikap yang paling utama adalah dimensi evaluasi, dimensi potensi, dan dimensi aktivitas. Dimensi-dimensi ini disajikan dengan menggunakan sepasang kata sifat yang bertentangan satu sama lain. Contoh pasangan kata sifat untuk dimensi evaluasi antara lain adalah ‘baik-buruk’, ‘cantik-jelek’, dsb. Yang menekankan nilai kebaikan. Contoh pasangan kata sifat untuk dimensi potensi antara lain ‘kuat-lemah’, ‘berat-ringan’, Contoh pasangan kata sifat untuk dimensi aktivitas antara lain adalah ‘cepat-lambat’, ‘aktif-pasif’, dll. 

Skala  Sikap

          Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala sikap.
          Skala sikap (attitude scales) berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respons subjek pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Pada beberapa bentuk skala dapat pula diungkap mengenai keluasan serta konsistensi sikap. Penyusunan skala sikap sebagai instrumen pengungkapan sikap individu ataupun sikap kelompok bukanlah hal yang mudah. Betapa pun besar usaha dan kerja yang dicurahkan dalam penyusunan skala sikap, tetap saja terdapat celah-celah kelemahan yang menjadikan skala itu kurang berfungsi sebagaimana mestinya sehingga tujuan pengungkapan sikap yang diinginkan tidak seluruhnya tercapai.
          Salah-satu sifat skala sikap adalah isi pernyataaan yang dapat berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurannya akan tetapi dapat pula berupa pernyataan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan ukurannya bagi responden. Walaupun responden dapat mengetahui bahwa skala tersebut bertujuan mengukur sikap namun pernyataan tidak langsung ini biasanya tersamar dan mempunyai mempunyai sifat proyektif. Respons individu terhadap stimulus (pernyataan-pernyataan) sikap yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikator sikap seseorang. Respons yang tampak, yang dapat diamati langsung dari jawaban yang diberikan seseorang, merupakan bukti satu-satunya yang dapat kita peroleh. Itulah yang menjadi dasar bagi kita untuk menyimpulkan sikap seseorang atau sikap sekelompok orang.
          Meskipun pernyataan sikap (attitude expression) yang diperoleh dari suatu skala sikap merupakan indikator sikap yang paling dapat diandalkan namun tidaklah berarti bahwa skala-skala itu selalu dapat dipercaya sepenuhnya dan selalu dapat dengan jitu mencerminkan sikap yang sesungguhnya. Hal itu disebabkan adanya berbagai faktor yang menghambat penerjamahan sikap individu yang sebenarnya ke dalam pernyataan-pernyataan yang terdiri atas kalimat-kalimat yang maknanya terbatas. 
Pengukuran Terselubung

          Metode pengukuran terselubung (covert measures) sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang telah dikemukakan di atas, akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku tampak yang didasari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kendali orang yang bersangkutan.
          Sampai batas tertentu memang kita dapat menafsirkan perasaan orang dari pengamatan atas reaksi wajah, dari nada suara, dari gerak tubuh, dan dari beberapa aspek perilakunya. Gary Wells dan Richard Petty di tahun 1980 (Brehm & Kassin, 1990) meneliti reaksi para mahasiswa sewaktu mereka mendengarkan pidato dengan cara merekamnya diam-diam. Ternyata apabila para mahasiswa itu mendengar pidato dari orang yang sepihak atau sependapat dengan mereka dalam suatu hal (misalnya pembicara menekankan pentingnya menambah fasilitas bagi kegiatan mahasiswa) maka para mahasiswa itu tanpa sadar membuat gerakan kepala vertikal ke atas ke bawah sedangkan apabila mereka mendengar pembicara lain menyampaikan isi pidato yang berlawanan dengan perasaan mereka (seperti perlunya menaikkan uang kuliah) maka para mahasiswa tersebut secara tidak sadar pula membuat gerakan kepala horizontal.
          Observasi perilaku eksternal seperti ini tetap harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena masih ada kemungkinan salahnya kesimpulan yang kita peroleh. Bukankah mengangguk tidak selalu berarti setuju tapi dapat juga menjadi tanda seseorang sedang mengantuk? Bukankah menggeleng tidak selalu berarti tidak suka tapi merupakan gerakan mengusir serangga yang mengganngu atau gerakan mengusir kepenatan leher. 

Pernyataan Sikap

          Pernyataan sikap (attitude statements) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap
          Sebagai contoh, kalau objek sikapnya adalah “Merokok di dalam Bis” maka segala sesuatu yang dikatakan mengenai perilaku merokok dalam bis dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya merupakan pernyataan sikap. Kalimat-kalimat seperti “Merokok dalam bis merupakan hak azasi setiap orang” (afektif), “asap rokok dalam bis mengganggu kesehatan penumpang lain” (kognitif), dan “Andaikan saya berwenang saya akan mengeluarkan peraturan melarang penumpang merokok dalam bis” (konatif), semua itu merupakan pernyataan sikap terhadap perilaku merokok dalam bis.
          Contoh lain, apabila suatu skala dimaksudkan untuk mengungkapkan sikap terhadap Emansipasi Wanita, maka emansipasi wanita merupakan objek sikap dan setiap hal yang dikatakan mengenai emansipasi wanita  dan hal-hal yang berkaitan dapat merupakan pernyataan sikap. Beberapa diantarnya pernyataan sikap dalam contoh ini adalah “Emansipasi wanita bertentangan dengan kodrat kewanitaan”, “Setiap wanita berhak mendapat perlakuan yang sama seperti pria”, dan “Emansipasi wanita merupakan syarat modernisasi bangsa”.
          Pernyataan-pernyataan sikap seperti di atas apabila ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan yang benar, setelah melalui prosedur penskalaan (scaling) dan seleksi item, akan menjadi isi suatu skala sikap.
          Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan seperti ini disebut sebagai pernyataan yang favorabel. Contoh pernyataan favorabel adalah “Merokok dalam bis merupakan hak azasi setiap orang”.
          Kalimatnya ini jelas mendukung atau memihak pada perilaku merokok di dalam bis karena bila dilihat dari sudut perilaku merokok sebagai objek sikap, pernyataan ini mengatakan hal yang positif.
          Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai objek sikap, yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap terhadap objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan seperti ini disebut sebagai pernyataan yang tak favorabel. Suatu contoh pernyataan yang tak favorabel adalah “Emansipasi wanita bertentangan dengan kodrat kewanitaan”.
          Karena pernyataan ini tidak mendukung bahkan mengatakan hal yang negatif mengenai emansipasi wanita maka disebut sebagai pernyataan yang tak favorabel ditinjau dari sudut emansipasi wanita.
          Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorabel dan pernyataan tak favorabel dalam jumlah yang kurang lebih seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif yang dapat mendatangkan kesan seakan-akan isi skala yang bersangkutan seluruhnya memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak memihak objek sikap. Variasi pernyataan favorabel dan tak favorabel akan membuat responden memikirkan lebih hati-hati isi pernyataannya sebelum memberikan respons sehingga stereotype responden dalam menjawab dapat dihindari. 

Kaidah-kaidah Penulisan Pernyataan

          Untuk menulis banyak pernyataan sikap, penulisan aitem dapat memanfaatkan berbagai sumber  bacaan dan referensi, gagasan-gagasan, informasi, hasil pengamatan, dan kreativitasnya sendiri sepanjang tidak menyimpang dari spesifikasi yang telah dibuat.
          Sejalan dengan itu, untuk menulis pernyataan sikap yang bermutu penyusunan skala harus menuruti suatu kaidah atau pedoman penulisan pernyataan agar cirri-ciri pernyataan sikap tidak terlupakan dan agar setiap pernyataan mempunyai kemampuan membedakan antara kelompok responden yang setuju dengan kelompok responden yang tidak setuju terhadap objek sikap.
          Edwards (1957) telah meramu berbagai saran dan petunjuk dari para ahli menjadi semacam pedoman penulisan pernyataan yang disebutnya sebagai criteria informal penulisan pernyataan sikap. Kriteria termaksud, antara lain, adalah sebagai berikut.
1.      Jangan menulis pernyataan yang membicarakan mengenai kejadian yang telah lewat kecuali kalau objek sikapnya berkaitan dengan masa lalu.
Contoh: (Objek sikap – Politik bebas aktif)
“Pemutusan hubungan diplomatic dengan Malaysiadi masa Presiden Sukarno merupakan tindakan yang tepat”
          Meminta responden menjawab mengenai masalah yang telah lama terjadi seringkali tidak ada relevansi dan kepentingannya dengan sikap masa kini. Apalagi bila disadari bahwa mengetahui sikap sekarang mengenai hal yang telah berlalu merupakan hal yang tidak banyak gunanya. Sikap bukan merupakan aspek psikologis yang stabil untuk waktu yang lama. Interaksi manusia dengan lingkungan di mana ia berada sekarang sangat potensial untuk mengubah sikapnya terhadap sesuatu. Karena itu, pengukuran sikap hampir selalu ditujukan untuk mengungkap sikap terhadap objek psikologis masa sekarang.
2.      Jangan menulis pernyataan yang berupa fakta atau dapat ditafsirkan sebagai fakta.
Contoh: (Objek sikap – Program Keluarga Berencana)
“Keluarga berencana adalah program pemerintahan”
          Suatu pernyataan seperti contoh di atas adalah pernyataan yang berisi fakta atau kenyataan. Lepas dari setuju atau tidak setuju terhadap Program Keluarga Berencana, setiap orang yang tahu tentu memberikan jawaban favorabel terhadap pernyataan seperti itu. Dengan demikian apa yang terungkap bukanlah sikap terhadap sesuatu objek melainkan pengetahuannya mengenai objek tersebut. Pernyataan yang berisi fakta tidak akan dapat memberikan informasi kepada kita mengenai bagaimana sikap responden yang sebenarnya.
3.      Jangan menulis pernyataan yang dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran.
Contoh: (Objek sikap – Program Keluarga Berencana)
“Hari libur Keluarga Berencana perlu diadakan”
          Pernyataan seperti di atas akan menimbulkan penafsiran yang berbeda bagi responden. Akibatnya dapat menimbulkan respon yang tidak sejalan dengan isi pernyataan seperti dimaksudkan  oleh penulis skala. Apa sebenarnya yang dimaksdukan dengan hari libur keluarga berencana? Apabila yang dimaksudkan adalah hari libur nasional untuk memperingati keluarga berencana, maka pernyataan itu adalah favorabel dan akan memancing jawaban “setuju” dari responden yang sikapnya terhadap keluarga berencana. Akan tetapi, apabila responden menafsirkan hari libur keluarga berencana sebagai hari libur di mana para peserta program keluarga berencana boleh melupakan alat kontrasepsi mereka dan meliburkan cara-cara pengaturan kehamilan, maka pernyataan itu menjadi pernyataan yang tak favorabel. Akibatnya, responden yang mempunyai sikap positif terhadap kelurga berencanan tentu akan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
4.      Jangan menulis pernyataan yang tidak relevan dengan objek psikologisnya.
Contoh: (Obje sikap – Universitas Terbuka)
“Daya tamping universitas yang ada di Indonesia perlu segera ditingakatkan”
          Sekilas pernyataan ini berkaitan dengan masalah tidak tertampungnya sebagian besar calon mahasiswa di perguruan tinggi yang ada, yang menjadi salah-satu alasan dibukanya program universitas terbuka. Akan tetapi, beridiri sendiri, pernyataan itu tidak mempunyai kaitan apapun dengan Universitas Terbuka yang dijadikan objek sikap. Apakah responden menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap isi pernyataan tersebut, tidaklah dapat dijadikan petunjuk mengenai sikapnya terhadap Universitas Terbuka. Responden yang mengatakan setuju bahwa daya tampung perguruan tinggi sangat rendah dan karenanya perlu ditingkatkan, belum tentu akan juga setuju terhadap keberadaan Universitas Terbuka.
5.      Jangan menulis pernyataan yang sangat besar kemungkinannya akan disetujui oleh hampir semua orang atau bahkan hampir tak seorang pun yang akan menyetujui
Contoh:
“Setiap orang harus memperoleh makanan yang layak”
          Pernyataan ini akan hampir dapat dipastikan disetujui oleh semua orang. Apabila hampir kesemua orang setuju terhadap suatu pernyataan, maka pernyataan tersebut tidak ada artinya dalam mengungkap sikap.
          Contoh:
          “Segala bentuk pelanggaran lalu lintas harus dikena hukuman penjara”.
          Pernyataan seperti ini, yang dimaksudkan sebagai pengungkap sikap terhadap peraturan lalu-lintas, sangat boleh jadi tidak aka nada yang menyetujuinya. Sekalipun bagi mereka yang mempunyai sikap positif terhadap hukuman pelanggaran lalu-lintas, tetap akan mempertimbangkan bentuk pelanggaran lebih dahulu baru dapat menyetujui atau tidak menyetujui diterapkannya hukuman penjara. Pernyataan demikian ini juga tidak menolong dalam mengukur sikap manusia.
6.      Pilihlah pernyataan-pernyataan yang diperkirakan akan mencakup keseluruhan liputan skala afektif yang diinginkan.
          Masing-masing pernyataan mempunyai derajat afektif yang berbeda-beda. Ada pernyataan yang mempunyai derajat afektif yang dalam sehingga dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam pula, ada pernyataan yang mempunyai derajat afektif yang dangkal sehingga hanya dapat mengungkap intensitas sikap yang tidak terlalu dalam. Umumnya hal ini dapat dilihat dari derajat favorabelnya suatu pernyataan.
          Untuk skala sikap secara keseluruhan hendaknya terdiri atas berbagai derajat afektif yang bertingkat sehingga ada pernyataannya yang dapat mengungkap intensitas sikap yang dalam dan ada pernyataannya yang dibuat hanya untuk mengungkap intensitas sikap yang sederhana. Dengan demikian, akan diperoleh liputan derajat afektif yang luas.
7.      Usahakan agar setiap pernyataan ditulis dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan langsung. Jangan menuliskan pernyataan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang rumit.
8.      Setiap pernyataan hendaknya ditulis ringkas dengan menghindari kata-kata yang tidak diperlukan dan yang tidak akan memperjelas isi pernyataan.
9.      Setiap pernyataan harus berisi hanya satu ide (gagasan yang lengkap).
Contoh:
“Universitas A adalah universitas yang sistem administrasinya paling baik dan alumninya paling membanggakan”.
          Pernyataan ini merupakan satu contoh pernyataan yang mengandung dua gagasan pikiran, yaitu kualitas sistem administrasi dam kebanggaan alumni. Walaupun mungkin keduanya merupakan gagasan yang relevan guna mengungkap sikap terhadap sistem pendidikan di Universitas A, akan tetapi dua gagasan yang dimasukkan ke dalam satu pernyataan seperti itu mungkin mempunyai derajat afeksi yang berbeda tingkatnya. Seseorang mungkin akan menyatakan sangat setuju mengenai segi kebaikan sistem administrasi universitas tersebut, namun akan menyatakan ragu-ragu mengenai segi kebanggaan alumninya. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah memisahkan kedua ide tersebut masing-masing ke dalam pernyataan yang berbeda.
10.  Pernyataan yang berisi unsure universal seperti “tidak pernah”, “semuanya”. “selalu”, “tak seorangpun”, dan semacamnya, seringkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan karenanya sedapat mungkin hendaklah dihindari.
11.  Kata-kata seperti “hanya”, “sekedar”,”semata-mata”, dan semacamnya harus digunakan seperlunya saja dan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran isi pernyataan.
12.  Jangan menggunakan kata atau istilah yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh para responden.
Contoh:
“Pemberian hadiah tidak akan mengubah motivasi siswa dalam belajar”.
          Tampaknya tidak sukar untuk memahami kalimat dalam pernyataan seperti ini. Padahal apakah responden akan memahami kalimat tersebut sebagaimana yang diinginkan oleh penulis atau tidak, banyak tergantung pada keadaan responden yang akan dikenai skala nantinya. Perhatika kata motivasi di atas. Sebagian dari kita mungkin memahami maksudnya akan tetapi bagi banyak orang kata motivasi tidak memberikan gambaran apapun juga karena mungkin memang mereka tidak mengenalnya dalam percakapan sehari-hari.
13.  Hindarilah pernyataan yang berisi kata negatif ganda.
Contoh:
Tidak merencanakan jumlah anak dalam keluarga bukan tindakan yang terpuji”
          Kata “tidak” dan “bukan” dua-duanya adalah kata negatif, yang dalam banyak hal dapat membingungkan pembaca pernyataan. Kalau memang dimaksudkan untuk menulis pernyataan yang favorabel bagi keluarga berencana, kata tidak dan bukan dalam pernyataan di atas dapat dihilangkan sama sekali tanpa mengubah arti kalimatnya. Bila dirasa perlu dapat disisipkan kata “adalah” diantara kata keluarga dan kata tindakan.